Tuesday, September 24, 2019

SKOLIOSIS

September 24, 2019 0 Comments

Pasti udah pernah lihat gambar 3 kelainan tulang belakang yang populer ini: 
Beberapa bulan yang lalu aku tes kesehatan dan nggak sengaja ketahuan kalau skoliosis. Pantesan di bagian perut kiri agak menonjol kalau tidur telentang. Awalnya nggak panik sih karena keterangannya ringan dan nggak sampai mengurangi estetika. Hehe. Enggak ketemu dokter bedah tulang (orthopedi) karena memang tujuan tes kesehatanku bukan tentang itu.

Mulai ada rasa takut juga kalau sampai bengkok, bahunya beda antara kanan dan kiri, tulang terlihat menonjol di bagian tertentu walaupun memakai baju.

Lalu  aku denger cerita horor: penderita skoliosis sulit melahirkan. Menurut cerita teman, ada penderita skoliosis tidak bisa melahirkan normal. Dia disarankan caesar dan bagian seramnya adalah: tanpa obat bius. WTF? Karena obat bius disuntikkan ke punggung dan sulit bagi penderita skoliosis untuk mendapatkan efek biusnya. Ini hanya berdasarkan cerita, cmiiw.

Aku baca di internet, enggak ada pengaruh skoliosis ke proses melahirkan. Apakah benar? Karena aku nggak puas kalau nggak denger dari ahlinya, pergilah aku ke orthopedist.

Dan bodohnya aku lupa nggak bawa hasil CT scan nya. LOL. Rumah sakit tempat aku check up dan tempat praktik dokter yang aku temui berbeda.

Untungnya masih bisa ketemu dokternya dan bisa diskusi. Dokternya enak jawabnya, ramah, oke lah. Nggak tau ya aku merasa beda aja waktu pakai bp*js sama mandiri. Atau mungkin tergantung dokternya juga. 

Ini kedua kalinya aku ke dokter bedah  tulang. Dua duanya bilang hal yang sama. Dokter kedua adalah Dokter Rahadyan, SP.OT. Ini ringkasannya.

Apa penyebab terjadinya skoliosis?
Sebagian besar dikarenakan keturunan. Umur 24 itu sudah berhenti perkembangan tulangnya. Sangat kecil kemungkinan untuk makin parah. Kalau masih remaja, perlu dilakukan observasi dan penanganan. Kalau sudah berhenti pertumbuhan tulangnya, tidak perlu diobservasi.

Apakah aku perlu cek reguler?
Tidak, karena kemungkinan besar tidak akan bertambah parah. 

Apakah perlu operasi?
Tidak perlu selama masih skoliosis ringan dan tidak mengganggu pernapasan. (Aku lupa nanyain rentang kurva skoliosis ringan)

Siapa yang lebih rentan terkena skoliosis?
Perempuan.

Apa ada pantangan olahraga? Olahraga yang disarankan?
(Ini simpang siur banget. Banyak aku temuin di internet yang bilang kalau nggak boleh melakukan olahraga tertentu).
Tidak ada. Boleh olahraga apapun. Paling bagus olahraga renang. (Yah aku harus latihan dong)

Jadi nggak perlu kebanyakan mikir ya, gengs. Nanti  ujungnya malah nggak jadi  olahraga hahaha.

Apa ada pengaruh tambahan kalsium untuk penderita skoliosis?
Tidak ada pengaruhnya. Konsumsi kalsium secukupnya.

Apakah penderita skoliosis sulit melahirkan? 
Kata siapaaa (wow dokternya agak  ngegas di bagian ini). 
Bisa bisa aja kok. Nggak ada pengaruhnya. Kecuali skoliosis yang sudah berat sampai bengkok sekali. 

Apakah skoliosis bisa mengganggu kehidupan sehari hari?
Tidak. Penderita skoliosis bisa bekerja seperti orang tanpa skoliosis ya kecuali pekerjaan pekerjaan tertentu. Pada dasarnya, tidak mengganggu.

Kata Dokter Rahadyan, aku nggak kelihatan punya skoliosis kok. Cuma memang bagian kiri depan agak menonjol sedikit tapi nggak kelihatan. Lha kalau nggak kelihatan kok dokter bisa tau hahaha. Ini antara nglegani dan karena beliau udah biasa menangani kayak gini. 

Ya begitulah. Aku udah nggak penasaran lagi sih. Jalani hari hari kayak biasa aja dan jangan malas berolahraga. 

Buat yang masih anak-anak atau remaja, ada baiknya melakukan CT scan. Kalau kena skoliosis saat remaja dan nggak diperiksain atau ditangani, bisa makin parah karena tulangnya masih berkembang. 

Kadang ada tanda tanda pegel pegel, badan dari belakang terlihat nggak lurus,  atau nggak ada kelihatan tanda tanda sama sekali. Aku nggak ngeh juga awalnya. Jadi lebih baik cek sedini mungkin ke dokter. 

Buat kamu yang punya skoliosis, tenang aja, kita masih bisa hidup produktif *cie. Buat yang belom tahu, tenang aja. Jangan jadi panik 😉

Wednesday, August 14, 2019

DEAR 24

August 14, 2019 0 Comments


A lot of people at your age out there do different things.

1. They are still studying in the bachelor's degree, trying to finish what they have started.

2.  They have already got nice jobs and are well-paid, going to fancy cafes and tech-savvy places.

3. They are freelancers, yet travel from one country to another; so many countries you cannot count with one hand.

4. They quit their first job and land on a new job which is way different from their educational background.

5. They do not have any idea of how a working life is because they focus pursuing a Master's degree.

6. They have found the love of their lives: some are happy with their little families but some others feel miserable.

7. They are deeply in love, willing to give up everything, trying hard to make the relationship work.

8. They step out of their comfort zone and start to create a new circle.

9. They begin to discover the illness on their bodies, trying to cure and change the lifestyle.


While the rest of them are probably busy comparing their lives to others'; watching stories by stories; talking about others in a gathering; feeling lesser and lesser in life.

Sunday, January 20, 2019

MY KIND OF INSECURITIES

January 20, 2019 0 Comments
"Hmm... kayaknya aku gendutan deh"
"Sebentar. Aku ngalis dulu"
"Jangan ke sini dulu. Belum pakai lipstik"

Apakah kutipan di atas sedikit banyak dialami wanita? Kalau aku kalimat yang terakhir. Hahaha. Suka nggak percaya diri kalau keadaannya begitu. Everyone has her/his insecurities. Aku mau cerita insecurities berdasarkan pengalaman dan pendapat pribadiku ya, bukan berdasarkan psikolog.
Menurut Melanie Greenberg, ada 3 macam penyebab insecurities dan aku pernah mengalami semua -_____-

1. Insecurity Based on Recent Failures
Semua manusia ingin mencapai apa yang sudah mereka cita citakan. Tapi yang namanya kegagalan kadang tidak bisa dihindari. Nah, kegagalan ini bisa jadi penyebab kita nggak percaya diri. Belum lama ini aku beneran merasakan pengaruh kegagalan ke suasana hati dan kepercayaan diri. Aku gagal beasiswa yang aku idamkan. Nangisnya sebentar. Kepikirannya lama. 

(Baca juga : 2018-KU)

Itu rasanya... Apa ya. Seperti apalah arti angka IPK dan tes IELTS yang mahal itu jika pada akhirnya nggak lolos. Lalu aku mulai mempertanyakan sebenarnya aku punya sesuatu untuk dibanggakan nggak sih. Berlanjutlah ke meragukan diri sendiri. Aku membanding bandingkan aku dan teman teman seusiaku. Padahal ya kalau begitu terus nggak akan ada habisnya. Akibatnya, aku merasa tidak bahagia. 

Atau gagal mendapatkan cinta. Lalu mulai bertanya-tanya: aku kurang apa, apa karena aku nggak punya mobil, apa karena aku bukan pegawai negeri, apa tubuhku kurang ideal, and the list goes on and on. Sampai-sampai merasa 'apa aku tidak pantas dicintai'.

Bukan aku. Semoga kamu pun tidak sampai mengalami hal tersebut.

Masih banyak contoh kegagalan. Sebutlah tidak lolos wawancara kerja, tidak jadi menikah dengan orang yang bertahun tahun dipacari, atau gagal diet.

Supaya tidak larut sedihnya, aku biasanya nggak buka media sosial, misalnya Instagram untuk beberapa waktu. Instagram ini bisa bikin kita makin membandingkan kehidupan yang kita punya dengan orang lain. Lihat foto orang nikah, traveling, baju bagus. Kalau aku sih lihat orang kuliah di luar negeri. Hahaha. Aku nggak bilang media sosial buruk ya. Banyak kok manfaatnya. Tinggal gimana kita menggunakannya dan merespon postingan yang ada secara positif (yha ngomong gampang sih. LOL)

Bisa juga dengan menghabiskan waktu nonton film dan serial televisi. Ketika sudah siap (termasuk siap jika nanti gagal lagi), kembali memulai langkah baru entah untuk tujuan yang sama maupun tujuan baru. Pokoknya menenggelamkan diri ke hal lain sampai aku merasa oke. Hal apapun yang bikin kamu seneng termasuk melakukan hobi sendiri tanpa orang lain.

2. Lack of Confidence Because of Social Anxiety
I suffered from this back then. Aku merasa nggak punya sosial yang bagus dari SMP sampai awal SMA (self-diagnosed -_____-). Social anxiety ku adalah nggak pernah percaya diri kalau ngobrol sama orang. Ditambah muka jutek dan menyebalkan pokoknya. I could say that I was a totally nerd and not a best friend material. Akibatnya, temanku hanya sedikit sekali.

Pernah nggak merasa nggak cantik? Dulu aku merasa nggak selevel sama cewek cewek SMP dan SMA ku pada masa itu. Kalau sekarang lihat foto jaman dulu, pasti selalu 'ya ampun'. But hey. Every girl is beautiful in her own way.
confident amy schumer GIF by I Feel Pretty

Selain itu, kayaknya aku nggak ada talenta apapun. Ngomong di depan orang banyak, ndredeg. Kumpul sama orang lain, gugup. Merasa tidak punya hal yang dibanggakan ini sampai sekarang kadang masih ada. Masa aku cuma gini sih. Takut kalau sekolah selama ini sia sia karena nggak jadi 'apa apa'. Nggak jadi sebaik orang tua. Tapiii, itu standard kan kita yang bikin sendiri. Jadi, ketika nggak bisa mencapai standard itu, jadi bikin ciut.

Titik balik kepercayaan diriku adalah ketika tulisanku dimuat di rubrik remaja sebuah koran regional waktu SMA. Hmm... terus aku mikir ternyata aku bukan cuma anak SMA yang pergi ke sekolah tapi nggak tahu aku bisa apa. Dan makin membaik karena punya sahabat. Ini beneran lho. Rasanya nggak punya sahabat itu nggak enak. Mau temen seberapa banyak, kalau nggak ada satupun yang bisa dipercaya untuk diajak curhat ya sama aja.

Kalau urusan fisik seperti kurang gemuk atau rambut gampang rontok sih ya kadang bikin nggak percaya diri. Tapi fisik ini bisa ditutupi sama skill. Iya, menurutku kemampuan dan kepribadian itu yang utama. Aku lebih nggak percaya diri ketika aku nggak tahu apa-apa (re: wawasan kurang)  dan nggak punya skills daripada gigi berkarang. Hahaha. Malesin amat pembandingannya. Gigi berkarang sih tinggal ke dokter gigi aja beres. Ini aku. Bagi kamu mungkin kemampuan tidak diragukan tapi masih struggle sama fisik.

Sekarang aku sudah tidak sekaku dulu yang dimulai dari sugesti ke diri sendiri di kaca: I am beautiful and talented. Bagiku, itu yang paling berpengaruh sih. Nasihat orang biasanya cuma lewat aja. Terus aku ikut komunitas meskipun nanti ujung-ujungnya nggak pernah datang lagi :))) Paling tidak, belajar bertemu dan bersosialisasi dengan banyak orang.

3. Insecurity Driven by Perfectionism
Akar dari kekecewaan, kesedihan, ketidakpercayadirian kan EKSPEKTASI ya. Terus mendingan nggak punya cita-cita? Ikuti air mengalir? Aku tidak sepakat dengan ide tersebut. For me, we don't live if we don't have dreams. Kayak kurang greget gitu. Pagi bangun tidur terus ya udah kalau nggak hujan ya ngapain, kalau hujan ya bobok aja. 

Bagiku, tidak apa-apa punya mimpi yang tinggi. Tapi, siap enggak kalau mimpi itu tidak tercapai? Tidak ada yang salah dengan fokus mengejar satu tujuan. Tapi, jika ternyata kita ditunjukkan jalan yang lain, gimana?

Kadang kita menjadi terlalu idealis sampai menyiksa diri sendiri. Berapa banyak mahasiswa yang tidak juga lulus karena sangat ingin sempurna? Tidak salah. Itu pilihan. Saat sedang semangatnya nulis skripsi, dosen pembimbing bilang skripsinya sudah layak untuk didaftarkan sidang pendadaran. Tapi, karena merasa skripsinya kurang sempurna, jadi nggak percaya diri deh. "Apa iya ini skripsi beneran oke?", "Nanti kalau nggak bisa jawab gimana"

Perfeksionisme ini agak sulit cara mengatasinya karena biasanya berkaitan dengan sifat. Kalau aku sih biasanya belajar 'merelakan' sesuatu jika hasilnya sebenarnya nggak jelek dan sudah melakukan berbagai cara supaya sesuai dengan keinginan. Aku berusaha mengapresiasi diriku sendiri: Thank you. You've done your best.


Pernah nggak kamu lihat atau dengar orang cerita tentang hal yang bikin dia nggak percaya diri? Terus kamu bilang ke dia atau mbatin "Yaelah. Gitu doang kok nggak percaya diri. Biasa aja". Heeei. Biasa aja buat kamu belum tentu buat dia.

Everyone has her/his insecurities. Mine might be different from yours. So, be kind. We all work on how to figure them out.








Monday, December 31, 2018

2018-KU

December 31, 2018 0 Comments
Ketika 2017 baru akan berakhir, aku menulis resolusi tahun 2018. Di penghujung tahun 2018 ini, sama seperti akhir tahun-tahun sebelumnya, aku merasa I did nothing throughout the year.

Ada buanyak resolusi (termasuk belajar nyetir mobil yang bhay nggak dimulai sama sekali L). Salah satu resolusi terbesar sekaligus kegagalan ternyesek adalah beasiswa kuliah S2. Akhir tahun 2017 udah mulai les IELTS (iya setidak pede itu meskipun lulusan jurusan bahasa inggris). Tapi nggak berani langsung ambil tes. Awal tahun coba beasiswa penuh yang ditawarkan pemerintah luar negeri yang membolehkan nilai IELTS nanti belakangan atau boleh pakai TOEFL ITP. Gagal lah. LOL. 

Setelahnya, aku coba beasiswa yang ditawarkan pemerintah sendiri. Aku mulai menyiapkan berkas yang dibutuhkan termasuk menulis esai. Waktu itu sempat tanya tanya dengan orang yang pernah ikut di balik layar seleksi beasiswa tersebut. Setelah diskusi panjang, langsung hmmm ya ampun ternyata esaiku banyak cacatnya. Long story short, aku ambil IELTS dan hasilnya keluar di hari yang sama dengan deadline beasiswa. IELTS oke. Tes kesehatan pun oke. Sebelumnya sempet parno karena ada masalah dengan pencernaan. Lolos seleksi administrasi. Tahap selanjutnya adalah Tes Potensi Akademik yang menggagalkanku ke tahap selanjutnya. Sedih? Ya iyalah, cuy. Rasanya gini ya udah bermimpi yang waaaw eh tapi nggak kesampaian.

Every cloud always has a silver lining. But, let’s be honest that it hurts. Aku seneng karena ada temenku yang akhirnya akan berangkat kuliah tahun depan. But let’s be honest, it hurts. Not that I am not happy for my friend. No. It just simply hurts.

Lalu, habis gagal timbulah penyesalan. Coba kalau aku persiapan dari kuliah. Coba dulu aku nggak mikir dua kali buat ikut kegiatan ini itu yang lebih bermanfaat. Coba aku belajar TPA lebih giat. Coba aku ini itu. Ya karena ternyata gagal meraih sesuatu yang kita pengen banget banget itu nyeseknya lebih nyesek dari apapun. Saat itu, aku tidak mencoba bahagia, ya karena memang nggak bahagia rasanya. I cried. I screamed. I mourned. I let myself grieve for a moment.  

Entah kenapa tahun 2018 banyak perasaan nggak enaknya. Yang sebenernya dibentuk oleh diri sendiri. Pertama, nggak enak karena merasa tidak ada apa-apanya dibanding teman-teman seumuranku yang waaaw update kerjaan di tempat yang cool. Kedua, nggak enak karena tiap ketemu keluarga besar kok rasanya aku gini gini aja, mengingat sebagian besar keluargaku pada sukses huhuhu. Ketiga, nggak enak karena selalu ditanyain gimana mau kuliah enggak dan w nggak bisa jelasin panjang lebar karena males dan complicated aja rasanya. Dan banyak lagi. Again, perasaan itu ada karena aku sendiri yang ciptain.

Tahun 2018 ini sempat kepikiran pindah kerja tapi masih galau. Jadinya ya udah masih di kerjaan lama. Kadang aku merasa kurang. Mau beli ini, kurang. Mau nabung, kurang. Buuut, I feel happy. Aku senang bekerja dengan orang-orang di tempat kerjaku. Aku senang masih bisa pulang ke rumah hampir setiap akhir pekan. Aku senang bisa punya waktu untuk orang-orang terdekatku. Aku senang masih bisa bangun tanpa terburu-buru takut macet atau ketinggalan kendaraan. Aku senang masih bisa melakukan hobi lama dan mencoba hobi baru. Aku senang masih bisa jagong hahaha. Aku senang karena tiap hari bisa marah-marah ke siswa *eh.

Ngomongin hal yang nggak terlaksana di tahun ini mah nggak ada habisnya. Iya, sampai lupa terima kasih sama diri sendiri. Terima kasih karena sudah berani mencoba. Selama ini aku cuma bayangin gimana rasanya bisa dapat beasiswa kuliah S2 yang jauh gitu. Ya setidaknya aku sudah berani menjalani setapak setapak tahap seleksinya. Memang kurang saja usahanya. Aku juga berterima kasih karena tidak kehilangan sahabat-sahabat. Aku mungkin kenal beberapa orang, tapi punya sahabat? S e d i k i t  banget. Meskipun ada dari mereka yang jauh secara jarak, tapi kami masih hahahihi dengan bantuan gawai. Itu sebuah pencapaian. Kadang aku merasa yaaaudah kalau udah nggak pernah ngobrol juga. Hehehehe.

Daaan, terima kasih kepada diriku sendiri yang mau terbuka sama orang ini. Yes, you. The person whom I can’t describe. You’re just too good to be true, xxx.

Yang terakhir, terima kasih kepada diriku sendiri yang selalu mengingatkanku untuk menulis. Akhir-akhir ini aku nggak tau kenapa mager banget rasanya buat nulis. Lihat aja judul postingan ini. Bzzz. Tulisan ini pun setelah kubaca ulang rasanya kurang... Ya sudah tidak apa-apa. Memulai lagi pasti ada susahnya.

I thank myself for keeping me sane, really.

Friday, August 17, 2018

ARE YOU A PROUD LONER?

August 17, 2018 0 Comments


"I am a loner" my student told me about what kind of person he is. 

It was in my interview class. Knowing his answer, I began to question his choice to be a waiter. Shouldn't a waiter like to meet new people? He must be (very) friendly and nice to the guests. Shouldn't a waiter have no problem on socializing with other people?

"I prefer being with myself and doing everything alone" he added.

I was wondering at that moment. But then, I realized that being a loner is not a danger.

Back then, I was a loner too. I could not get along with many people. I got few friends. I was considered as an arrogant and annoying person (the latter remains tho, lol). Even I have ever been forced by my close family members to hang out with people I was not really comfortable. Is it such a wrong conduct? Am I an antisocial person?

I was worried how if I should teach. When the time came, it was not bad. Being an introvert does not mean I cannot have a profession which needs to interact with people. What I need is to accept myself. I am not that teacher. I am myself.

Day by day, I started to figure out what kind of person I am. Well, I am still a loner, but I know how to deal with myself better. Things I like to do alone is go shopping, writw, read, and watch movies.

I do not force myself to have many friends to hang out with. Instead, I surround myself with few friends and try to have deeper friendships. Don't worry. I can hang out with many friends. But, I can only share my stories to some of them. 

All in all, social withdrawal/unsociability/introverts/loner/you-name-it can be beneficial as long as you have regular social contact. 
The benefits are 
✅having more space to be creative and reflective
✅being a great listener
✅having fewer but stronger relationship

So, cheer up, loners.

Source: http://www.bbc.com/future/story/20180228-there-are-benefits-to-being-antisocial-or-a-loner

https://clip2art.com/images/alone-clipart-black-and-white-9.jpg