Sunday, January 20, 2019

# lifestyle # self-esteem

MY KIND OF INSECURITIES

"Hmm... kayaknya aku gendutan deh"
"Sebentar. Aku ngalis dulu"
"Jangan ke sini dulu. Belum pakai lipstik"

Apakah kutipan di atas sedikit banyak dialami wanita? Kalau aku kalimat yang terakhir. Hahaha. Suka nggak percaya diri kalau keadaannya begitu. Everyone has her/his insecurities. Aku mau cerita insecurities berdasarkan pengalaman dan pendapat pribadiku ya, bukan berdasarkan psikolog.
Menurut Melanie Greenberg, ada 3 macam penyebab insecurities dan aku pernah mengalami semua -_____-

1. Insecurity Based on Recent Failures
Semua manusia ingin mencapai apa yang sudah mereka cita citakan. Tapi yang namanya kegagalan kadang tidak bisa dihindari. Nah, kegagalan ini bisa jadi penyebab kita nggak percaya diri. Belum lama ini aku beneran merasakan pengaruh kegagalan ke suasana hati dan kepercayaan diri. Aku gagal beasiswa yang aku idamkan. Nangisnya sebentar. Kepikirannya lama. 

(Baca juga : 2018-KU)

Itu rasanya... Apa ya. Seperti apalah arti angka IPK dan tes IELTS yang mahal itu jika pada akhirnya nggak lolos. Lalu aku mulai mempertanyakan sebenarnya aku punya sesuatu untuk dibanggakan nggak sih. Berlanjutlah ke meragukan diri sendiri. Aku membanding bandingkan aku dan teman teman seusiaku. Padahal ya kalau begitu terus nggak akan ada habisnya. Akibatnya, aku merasa tidak bahagia. 

Atau gagal mendapatkan cinta. Lalu mulai bertanya-tanya: aku kurang apa, apa karena aku nggak punya mobil, apa karena aku bukan pegawai negeri, apa tubuhku kurang ideal, and the list goes on and on. Sampai-sampai merasa 'apa aku tidak pantas dicintai'.

Bukan aku. Semoga kamu pun tidak sampai mengalami hal tersebut.

Masih banyak contoh kegagalan. Sebutlah tidak lolos wawancara kerja, tidak jadi menikah dengan orang yang bertahun tahun dipacari, atau gagal diet.

Supaya tidak larut sedihnya, aku biasanya nggak buka media sosial, misalnya Instagram untuk beberapa waktu. Instagram ini bisa bikin kita makin membandingkan kehidupan yang kita punya dengan orang lain. Lihat foto orang nikah, traveling, baju bagus. Kalau aku sih lihat orang kuliah di luar negeri. Hahaha. Aku nggak bilang media sosial buruk ya. Banyak kok manfaatnya. Tinggal gimana kita menggunakannya dan merespon postingan yang ada secara positif (yha ngomong gampang sih. LOL)

Bisa juga dengan menghabiskan waktu nonton film dan serial televisi. Ketika sudah siap (termasuk siap jika nanti gagal lagi), kembali memulai langkah baru entah untuk tujuan yang sama maupun tujuan baru. Pokoknya menenggelamkan diri ke hal lain sampai aku merasa oke. Hal apapun yang bikin kamu seneng termasuk melakukan hobi sendiri tanpa orang lain.

2. Lack of Confidence Because of Social Anxiety
I suffered from this back then. Aku merasa nggak punya sosial yang bagus dari SMP sampai awal SMA (self-diagnosed -_____-). Social anxiety ku adalah nggak pernah percaya diri kalau ngobrol sama orang. Ditambah muka jutek dan menyebalkan pokoknya. I could say that I was a totally nerd and not a best friend material. Akibatnya, temanku hanya sedikit sekali.

Pernah nggak merasa nggak cantik? Dulu aku merasa nggak selevel sama cewek cewek SMP dan SMA ku pada masa itu. Kalau sekarang lihat foto jaman dulu, pasti selalu 'ya ampun'. But hey. Every girl is beautiful in her own way.
confident amy schumer GIF by I Feel Pretty

Selain itu, kayaknya aku nggak ada talenta apapun. Ngomong di depan orang banyak, ndredeg. Kumpul sama orang lain, gugup. Merasa tidak punya hal yang dibanggakan ini sampai sekarang kadang masih ada. Masa aku cuma gini sih. Takut kalau sekolah selama ini sia sia karena nggak jadi 'apa apa'. Nggak jadi sebaik orang tua. Tapiii, itu standard kan kita yang bikin sendiri. Jadi, ketika nggak bisa mencapai standard itu, jadi bikin ciut.

Titik balik kepercayaan diriku adalah ketika tulisanku dimuat di rubrik remaja sebuah koran regional waktu SMA. Hmm... terus aku mikir ternyata aku bukan cuma anak SMA yang pergi ke sekolah tapi nggak tahu aku bisa apa. Dan makin membaik karena punya sahabat. Ini beneran lho. Rasanya nggak punya sahabat itu nggak enak. Mau temen seberapa banyak, kalau nggak ada satupun yang bisa dipercaya untuk diajak curhat ya sama aja.

Kalau urusan fisik seperti kurang gemuk atau rambut gampang rontok sih ya kadang bikin nggak percaya diri. Tapi fisik ini bisa ditutupi sama skill. Iya, menurutku kemampuan dan kepribadian itu yang utama. Aku lebih nggak percaya diri ketika aku nggak tahu apa-apa (re: wawasan kurang)  dan nggak punya skills daripada gigi berkarang. Hahaha. Malesin amat pembandingannya. Gigi berkarang sih tinggal ke dokter gigi aja beres. Ini aku. Bagi kamu mungkin kemampuan tidak diragukan tapi masih struggle sama fisik.

Sekarang aku sudah tidak sekaku dulu yang dimulai dari sugesti ke diri sendiri di kaca: I am beautiful and talented. Bagiku, itu yang paling berpengaruh sih. Nasihat orang biasanya cuma lewat aja. Terus aku ikut komunitas meskipun nanti ujung-ujungnya nggak pernah datang lagi :))) Paling tidak, belajar bertemu dan bersosialisasi dengan banyak orang.

3. Insecurity Driven by Perfectionism
Akar dari kekecewaan, kesedihan, ketidakpercayadirian kan EKSPEKTASI ya. Terus mendingan nggak punya cita-cita? Ikuti air mengalir? Aku tidak sepakat dengan ide tersebut. For me, we don't live if we don't have dreams. Kayak kurang greget gitu. Pagi bangun tidur terus ya udah kalau nggak hujan ya ngapain, kalau hujan ya bobok aja. 

Bagiku, tidak apa-apa punya mimpi yang tinggi. Tapi, siap enggak kalau mimpi itu tidak tercapai? Tidak ada yang salah dengan fokus mengejar satu tujuan. Tapi, jika ternyata kita ditunjukkan jalan yang lain, gimana?

Kadang kita menjadi terlalu idealis sampai menyiksa diri sendiri. Berapa banyak mahasiswa yang tidak juga lulus karena sangat ingin sempurna? Tidak salah. Itu pilihan. Saat sedang semangatnya nulis skripsi, dosen pembimbing bilang skripsinya sudah layak untuk didaftarkan sidang pendadaran. Tapi, karena merasa skripsinya kurang sempurna, jadi nggak percaya diri deh. "Apa iya ini skripsi beneran oke?", "Nanti kalau nggak bisa jawab gimana"

Perfeksionisme ini agak sulit cara mengatasinya karena biasanya berkaitan dengan sifat. Kalau aku sih biasanya belajar 'merelakan' sesuatu jika hasilnya sebenarnya nggak jelek dan sudah melakukan berbagai cara supaya sesuai dengan keinginan. Aku berusaha mengapresiasi diriku sendiri: Thank you. You've done your best.


Pernah nggak kamu lihat atau dengar orang cerita tentang hal yang bikin dia nggak percaya diri? Terus kamu bilang ke dia atau mbatin "Yaelah. Gitu doang kok nggak percaya diri. Biasa aja". Heeei. Biasa aja buat kamu belum tentu buat dia.

Everyone has her/his insecurities. Mine might be different from yours. So, be kind. We all work on how to figure them out.








No comments:

Post a Comment